Judul : Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855
Pengarang : Peter Carey
ISBN : 9789799103956
KPG : 901110489
Ukuran : 230 x 150 mm
Halaman : 892 halaman
Pengarang : Peter Carey
ISBN : 9789799103956
KPG : 901110489
Ukuran : 230 x 150 mm
Halaman : 892 halaman
Dalam kurun lebih dari dua dasawarsa (1808–1830) tatanan lama Jawa dihancurkan dan sebuah pemerintah kolonial baru didirikan—suatu peristiwa yang mendorong kekuatan identitas kembar, Islam dan kebangsaan Jawa, ke dalam suatu perseteruan sengit dengan gelombang imperialisme yang dibawa oleh gubernemen Hindia Belanda. Dikenal sebagai Perang Jawa (1825–1830), perseteruan itu berakhir dengan kekalahan dan pengasingan Diponegoro. Pascaperang itulah lahir suatu zaman baru di Nusantara, zaman kolonial, yang berlangsung hingga pendudukan militer Jepang (1942–1945).
Pangeran Diponegoro (1785–1855), seorang mistikus, muslim yang saleh, dan pemimpin perang suci melawan Belanda antara tahun 1825 dan 1830, adalah pahlawan nasional tersohor dalam sejarah Indonesia. Meskipun demikian, sejauh ini belum ada biografi yang utuh tentang kehidupan sang Pangeran yang menggunakan sumber Belanda dan Jawa untuk melukiskan hidup pribadinya. Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 adalah buku pertama yang menggunakan babad dan arsip kolonial Belanda dan Inggris sebagai tulang punggung.
Buku ini, yang disusun dalam kurun sekitar 30 tahun, bertutur tentang riwayat hidup Diponegoro dengan latar pergolakan akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ketika kekuatan imperialisme baru Eropa melanda Nusantara seperti tsunami Asia. Dengan runtut dan rinci penulis mengungkap rahasia tokoh sejarah yang penuh teka-teki dan karisma itu: sosok yang mengakui kelemahannya sebagai penggemar perempuan, tapi juga gagah berani dan blak-blakan menghadapi kekejian kolonial—seorang pelopor
kemerdekaan yang penuh paradoks.
Gerakan Diponegoro, Gerakan Anak Muda
Sonya Helen Sinombor | Robert Adhi Ksp
Sejarah perlawanan Pangeran Diponegoro ketika melawan pemerintah kolonial Belanda merupakan peristiwa yang fenomenal dalam sejarah Indonesia.
Salah satu yang menarik dalam perang Diponegoro, selain merupakan gerakan anak muda, dalam perjuangannya Pangeran Diponegoro juga membukti kan dirinya sebagai intelektual yang memiliki karakter berani, jujur, dan peduli.
Demikian rangkuman pendapat yang mengemuka dalam Diskusi dan Peluncuran Buku Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785 1855 karya Peter Carey, peneliti sejarah dari Trinity College, Oxford , Sabtu (10/3) di kampus Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.
Acara yang dibuka R ektor Undip Semarang Prof Sudharto P Hadi, dihadiri Hashim Djojohadikusumo (pendukung utama penerbitan Buku Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785 1855), Direktur Lembaga Kerajaan Belanda mengenai Pengkajian Asia Teng gara dan Karibia atau KITLV-Jakarta, Roger Tol (mewakili penerbit).
Diskusi yang dipandu mantan Rektor Undip Eko Budihardjo menghadirkan seniman dan budayawan Prof Sardono W Kusuma dan sejarawan Undip Prof Singgih Tri Sulistiyono.
Gerakan Diponegoro sebenarnya adalah gerakan anak muda. Dari 28 pangeran di Yogyakarta, yang penting lebih dari 50 persen bergerak bersama Diponegoro, ungkap Sardono yang menilai kisah tentang Diponegoro sejak dulu sudah luar biasa menarik. Karena walaupun dalam peperangan D iponegoro kalah secara militer, namun secara kultur Diponegoro menang.
Prof Singgih menilai buku Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785 1855 yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), merupakan karya sejarah, karena Peter mampu memadukan sumber sejarah Belanda dan Inggris dan sumber tradisional karya Diponegoro dan beberapa babad di Yogyakarta.
Dia mencoba menyelam i apa yang dipikirkan Diponegoro. Dalam buku ini Peter Carey mencoba mengupas tuntas fenomena Pangeran Diponegoro baik secara tekstual maupun kontekstual, paparnya.
Buku tersebut juga menempatkan Pangeran Diponegoro secara jelas sebagai anak zaman di Jawa yang sedang mengalami perubahan yang dahsyat.
Peter juga menunjukkan secara gamblang sang Pangeran Diponegoro sebagai sosok yang mempresentasikan pergolakan jiwa seorang patriotis Jawa, dalam menghadapi dinamika internal masyarakatnya sebagai dampak dari puncak ekspansi eksternal, berupa gelombang imperialisme Barat, yang mampu menjebol benteng terakhir kekuatan fisik Jawa yang selama berabad-abad merasa superior dalam menghadapi berbagai tantangan.
Buku ini secara ilmiah bernilai tinggi, dan secara sejarah bisa dipercaya. Kalau kita menulis sejarah kita gampang membuat mitos yang diada-adakan, ini tidak, ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro.
Adapun Hashim Djojohadikusumo mendukung penerbitan buku tersebut karena selain Diponegoro memiliki keterkaitan sejarah dengan keluarga besar Djojohadikusumo, penerbitan buku tentang sejarah Diponegoro merupakan upaya pelestarian sejarah. Dari pengalaman hidup Diponegoro, kita memperoleh banyak teladan, katanya.(son)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar